This is the head of your page Example HTML page This is the body of your page.



Friday, November 24, 2017

Sopir Bus Pariwisata

Permasalahan Yang Dihadapi 

Seperti yang telah diuraikan dalam pendahuluan di atas, kondisi lingkungan kerja serta beban kerja yang dihadapi sopir bus pariwisata mengakibatkan beberapa permasalahan yang menyangkut kesehatan sopir bus pariwisata tersebut, seperti:
   
1. Kelelahan dalam perjalanan
Sudah menjadi rahasia umum perjalanan jauh menyebabkan sopir bus rentan mengantuk selama mengemudi, apalagi jika daerah wisata yang dijangkau sangat jauh. Sopir bus juga rentan mengalami kelelahan terutama di bagian punggung dan leher akibat posisi duduk yang lama dan monoton tanpa gerakan-gerakan lain.

2.  Berisiko menderita ambeien
Sopir bus juga berisiko menderita penyakit ambeien karena beban pekerjaannya menyebabkan sopir bus harus duduk berjam-jam selama mengemudi.

3.  Mengemudi dalam kondisi tidak bagus
Tidak jarang sopir bus pariwisata memaksakan diri mengemudi walaupun dalam kondisi tidak fit, baik karena sakit atau mengonsumsi alkohol. Hal ini diperparah dengan operasional agen travel yang tetap mengizinkan sopirnya untuk mengemudikan bus, sehingga kecelakaan tidak bisa dihindarkan.
   
4. Kurang Kesadaran akan pentingnya penggunaan APD
Baik dari pihak manajemen maupun sopir bus itu sendiri kadang kala kurang memperhatikan alat pelindung diri selama bertugas. Walaupun sudah tersedia safety belt sebagai pelindung selama perjalanan, masih banyak sopir yang menganggap remeh dan tidak mematuhi penggunaan safety belt dengan alasan merasa tidak nyaman dan terganggu. Bahkan tak jarang penggunaan safety belt hanya sekenanya saja, asal diselempangkan ke samping tanda dikunci dengan benar. Padahal, safety belt cukup menjamin keamanan agar kepala tidak terbentur saat mengerem mendadak maupun terjadi benturan yang mengakibatkan lonjakan.

5. Rentan mengalami kecelakaan
Bus pariwisata yang beroperasi di jalan raya sangat rentan mengaami kecelakaan. Kalaupun sopir bus sudah berhati-hati mengemudikan bus, tapi jika nasib sedang apes, kecelakaan bisa menimpa siapa saja.

Alternatif Program Penanggulangan Permasalahan yang Dihadapi oleh Sopir Bus Travel Pariwisata

  • Tes urin sebelum bekerja
Salah satu program kesehatan dan keselamatan yang bisa dilakukan yaitu pengadaan tes urin wajib sebelum mengemudi untuk mengetahui kondisi fisik sopir bus tersebut sebelum bertugas. Melalui tes urin, pihaknya bisa mengetahui secara keseluruhan kesehatan para sopir bus dan layak tidaknya mereka mengemudikan kendaraan bus, yaitu dengan mengetahui kandungan obat-obatan amphetamine dan kadar alkohol. Alkohol dan obat amphetamine bisa berbahaya bagi sopir-sopir dan keselamatan perjalanan karena sopir tidak bisa mengendarai bus dengan aman dan terkendali
  • Pemeriksaan kondisi bus pariwisata sebelum berangkat
Semua kondisi bus wajib diperiksa oleh teknisi yang telah tersedia mulai dari rem, mesin, setir, asap kendaraan, kondisi ban, dan lain-lain sehingga dapat dipastikan bus aman untuk menempuh perjalanan jauh.
  • Program satu bus dua sopir
Hal ini untuk mengatasi permasalahan kelelahan yang sering terjadi pada sopir bus pariwisata yang menempuh perjalanan jauh. dengan program ini, dimungkinkan adanya pergantian shift menyetir apabila sopir bus sudah lelah atau mengantuk untuk meneruskan mengemudi. Menurut seorang ahli ergonomic, kapasitas seseorang untuk mengemudi secara efektif maksimal 4 jam tanpa henti. Lebih dari itu, biasanya akan ada gangguan secara fisik dan perlu relaksasi.
  • Melakukan gerakan relaksasi
Gerakan relaksasi yang dimaksud adalah memijat leher dan gerakan pelemasan pinggang untuk meminimalisir pegal akibat posisi duduk yang monoton. Selain untuk meregangkan otot, gerakan relaksasi ini juga bisa digunakan untuk menyiasati kantuk karena biasanya mengantuk terjadi akibat keletihan fisik dan bisa juga terjadi karena tegang otak dan sejumlah otot, terutama otot mata. Jika mengantuk dan tegang ini melampaui batas ketahanan tubuh manusia, konsentrasi saat mengemudi bisa hilang. Selain itu, kebiasaan para pengemudi menyiasati rasa kantuk ini dengan mengonsumsi minuman energi yang mengandung kafein dalam jumlah tertentu sebaiknya mulai dihilangkan karena walaupun bisa mencegah rasa kantuk, minuman jenis tersebut bisa merusak ginjal jika dikonsumsi terus-menerus. Selain itu, gerakan relaksasi juga bertujuan untuk mencegah risiko terjadinya ambeien pada sopir yang duduk dalam jangka waktu lama. Dengan adanya pergantian shift, memudahkan sopir untuk melakukan gerakan-gerakan seperti berdiri, berjalan, dan gerakan lainnya selama istirahat.
  •  Penggalakan penggunaan safety belt
Meskipun dianggap remeh, tapi penggunaan safety belt sangat penting untuk mengurangi risiko terjadinya cedera dan menjamin keselamatan selama perjalanan, baik pada sopir maupun penumpang. Oleh karena itu, penggalakan penggunaan safety belt sebaiknya tidak hanya dilakukan kepada sopir bus, tapi juga kepada penumpang lainnya.
  •  Education
 Tenaga kerja baik sopir bus maupun operasional agent travel harus mendapatkan bekal pendidikan dan pelatihan dalam usaha pencegahan kecelakaan. Pelatihan K3 harus diberikan secara berjenjang dan berkesinambungan sesuai tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Dalam program edukasi ini mereka diberikan penjabaran mengenai tugas, beban, serta risiko bahaya akibat pekerjaan mereka dan diberikan pelatihan untuk penanggulangan apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Masalah kesehatan dan keselamatan kerja di sektor pariwisata sangat luas cangkupannya. Karena itu, dalam tulisan ini akan dibatasi mengenai permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja di sektor transportasi pariwisata, khususnya permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja yang menimpa sopir-sopir bus dari agen travel.

Selama ini, kasus kecelakaan di jalan raya semakin sering terjadi. Tidak hanya menimpa kendaraan-kendaraan besar, tapi juga kendaraan roda dua. Sopir bus pariwisata beserta penumpangnya merupakan salah satu pihak yang berisiko mengalami kecelakaan lalu lintas.

Dari pemberitaan yang marak belakangan ini, kecelakaan bus pariwisata banyak disebabkan oleh faktor human error di samping faktor lainnya seperti kondisi bus yang rentan dan kondisi infrastruktur jalan raya. Menurut data statistik kepolisian, sekitar 84% kecelakaan di jalan raya disebabkan oleh faktor pengemudi. Dari data yang terkumpul, sebanyak 70% kecelakaan bus umumnya terjadi karena sopir yang mengantuk. Akibatnya, keadaan ini bukan hanya menyebabkan kerugian materiil dan moril, tapi juga mengakibatkan banyak korban nyawa melayang.

Permasalahan ini sebenarnya tidak bisa hanya dibebankan kepada sopir bus pariwisata, karena selama ini jika terjadi kecelakaan yang menimpa bus pariwisata tersebut dan mengakibatkan korban jiwa, yang selalu dijadikan kambing hitam dan disuruh bertanggung jawab hanya pihak sopir bus. Padahal dalam hal ini, sopir bus pariwisata bukanlah satu-satunya pihak yang harus bertanggung jawab, karena manajemen dari agen travel juga bertanggung jawab. Tidak sedikit sopir bus yang tetap diizinkan untuk mengemudi oleh pihak operasional travel walaupun dalam keadaan tidak prima. Jadi permasalahan keselamatan penumpang bus pariwisata bukan hanya menjadi tanggung jawab sopir bus, tetapi juga pengelola agen travel tersebut, karena secara langsung maupun tidak langsung kecelakaan akibat keteledoran bus akan mempengaruhi kredibilitas penumpang (wisatawan) terhadap agen travel tersebut.